Karimun. Potretkepri – Naas memang nasib warga miskin di kabupaten Karimun, provinsi Kepulauan Riau, sejak pemerintah pusat memberlakukan konversi minyak tanah ke bahan bakar Gas (LPG), puluhan ribu penduduk yang terdata sebagai penerima gas bersubsidi harus gigit jari.
Bukan tanpa alasan, tabung LPG ukuran 3kg yang disubsidi oleh pemerintah pusat, seakan tidak berlaku di kabupaten yang bertetangga langsung dengan negeri Jiran itu. Untuk mendapatkan gas “melon” itu, warga harus membeli seharga Rp.25.000/tabung. Itupun khusus wilayah pulau Karimun besar, jika diwilayah pulau yang lebih terpencil,harganya sampai Rp.28.000. Tentunya, harga tersebut berbada jauh dengan kota atau kabupaten yang ada di provinsi kepulauan Riau yakni Rp.18.000/tabung.
Harga tersebut berdasarkan Harga Eceran Tertinggi (HET) SEMENTARA yang diajukan oleh Pemda Karimun melalui Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM&ESDM kepada Gubernur Kepri Nomor 540/DISDAGKOP.UKM&ESDM/XII/2018 tertanggal 17 Desember 2019.
Lonjakan harga LPG bersubsidi itupun disebabkan tidak adanya kilang (SPBE/SPBG) pengisian LPG di Kabupaten Karimun, padahal, jumlah penduduknya mencapai 300.000 jiwa. Saat ini, kebutuhan bahan bakar gas disuplay dari wilayah Tanjung Uban, kabupaten Bintan.
Dari informasi yang dihimpun oleh awak media ini dari berbagai sumber, Pihak PERTAMINA pusat melalui Dirjen Migas telah menunjuk PT Palugada sebagai badan usaha yang mendistribusikan LPG bersubsidi dengan kuota sebanyak 150.000 Tabung/bulan. Namun, sejak mendapat penunjukan Dua tahun silam, hingga kini, tidak diketahui dimana lokasi pembangunan kilang pengisian bahan bakar elpiji.
Mangkraknya pembangunan kilang pengisian gas inipun tentunya menjadi masalah yang seharusnya ditangani cepat pihak PT PERTAMINA dan Kementerian ESDM karna menyangkut hajat hidup masyarakat menengah kebawah.
Hal ini dikatakan Edy Sp (38), penggiat Anti korupsi Kepri dibilangan Tanjungbalai kota, Senin (20/04/2020) saat dirinya menjelaskan akar permasalah tingginya harga LPG bersubdisi di Karimun.
“Pemerintah melalui kementerian ESDM sebenarnya sudah menunjuk satu badan usaha sebagai pengelola, distributor LPG 3Kg. Namun, sampai saat ini, pihak swasta tersebut tak kunjung melakukan pembangunan kilang. Hal inilah yang menyebabkan tingginya harga gas ini. Dalam Kepres Nomor 126 Tahun 2015 Pasal 7, diteruskan dengan keputusan kementerian ESDM Nomor 61 K/12/MEM/2019 tanggal 2 April 2019, jelas disebutkan jika Badan usaha yang ditunjuk wajib melakukan pembangunan SPBE/SPBG diwilayah yang ditunjuk sebagai penyedia. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka pihak kementerian dapat mencabut izin perusahaan tersebut berdasarkan Permen ESDM RI Nomor 13 Tahun 2018 pasal 21 ayat 1,2 dan pada pasal 23 serta pasal 24. Pertanyaannya, MENGAPA sampai detik ini, kementerian ESDM dan PT PERTAMINA tidak melakukan penindakan tegas terhadap badan usaha tersebut?, Apakah ada unsur kesengajaan, atau ada ulah oknum mafia migas?,” Papar Edy.
Masih kata Edy, pembiaran yang dilakukan institusi pemerintah inipun dianggap tidak sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo dalam mensejahterakan masyarakatnya.
” Jika hal ini masih tetap berlarut, sama saja kedua lembaga ini mencoreng kinerja Bapak Presiden, dan semakin menyengsarakan masyarakat miskin ditengah pendemi wabah Covid-19. Mentri BUMN yang membawahi PT Pertamina harus mengambil langkah tegas, sampai kapan masyarakat yang tinggal di pulau terdepan bangsa ini menikmati fasilitas subsidi yang digadang-gadang pak Jokowi?,” Terangnya.
Untuk diketahui, setiap bulan, Pemda Karimun mendatangkan 150.000 tabung LPG 3kg bersubsidi dari luar wilayah, dengan harga Rp.25-28.000. tentunya, ada selisih harga hingga Rp.10.000/tabung dari harga yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar Rp.18.000/tabung. Jika di kalkulasikan,
Hampir 1,5 Miliar setiap bulannya uang masyarakat miskin berpindah tangan kepada oknum pengusaha.
” Jika dihitung, ada sekitar 1,5 Miliar uang masyarakat miskin, yang mau tidak mau,secara terpaksa berpindah tangan kepada oknum pengusaha” tutupnya. (dian)