BATAM,potretkepri.com- Terdakwa dalam perkara pidana pemalsuan dokumen kapal Tanker MV Eagle Prestige ,Hamidah Intani Merialsa (Intan) ,dalam pembacaan pleidoy pribadinya meminta mejelis untuk dapat membuat keputusan yang adil dalam memutus perkara agar jangan sampai menyesal memenjarakan orang yang tidak bersalah.
“kalaupun saya harus dipenjara,saya hanya bisa pasrah dan meminta bantuan kepada Allah yang Maha Besar” tuturnya di PN Batam,pada Rabu (1/10/2014).
Tidak itu saja,terdakwa Intan berpendapat bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyu Soesanto ,mengesampingkan fakta-fakta yang benar pada persidangan,yaitu tidak mempertimbangkan kesaksian saksi-saksi yang mengatakan bahwa terdakwa Intan tidak mengetahui adanya pemalsuan dokumen sebagaimana yang didakwakan kepadanya.Namun JPU mendakwanya dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP junto Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP hingga menuntutnya 4 tahun penjara,karena dianggap terbukti melakukan pemalsuan 13 dokumen kapal.
Dalam pleidoy pribadinya,terdakwa Intan menilai adanya penegakan hukum seperti sinetron serta adanya kemufakatan jahat pada penegakan hukum.Ia mengatakan,tuntutan 4 tahun penjara serta kepemilikan Kapal Eagle Prestige menjadi milik PT Masa Batam sebagaimana tuntutan JPU tidak adil baginya,untuk itu terdakwa Intan meminta agar Majelis membuat keputusan yang seadil-adilnya,sebelum menghukum dan memenjarakan orang tidak bersalah.
Selain itu,ia mengatakan bahwa pada tahun 2010 kasus tersebut telah ditangani di Polda Kepri dan kemudian dikeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (sp3),namun kemudian dengan kasus yang sama dibuka kembali.
Selanjutnya.Penasehat Hukum (PH) terdakwa secara bergantian membacakan pleidoy dan mengatakan bahwa JPU dianggap melanggar ketentuan acara.diantaranya,berkas perkara tidak ada pelimpahan sebelum PH terdakwa melakukan protes.Kemudian setelah adanya protes itu barulah JPU memberikan surat dakwaan itupun tidak dilengkapi tanda tangan,padahal hal itu adalah syarat formil untuk dakwaan,meski demikian Majelis masih melanjutkan persidangan.
Selain itu,PH ini mengatakan,pada fakta persidangan untuk agenda pembuktian,JPU salah kaprah ,karena terdakwa tidak mengetahui tentang adanya pemalsuan dokumen,namun terdakwa didakwa dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke (1).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapinya secara lisan,dengan mengatakan meski tidak turut dalam melakukan namun terdakwa Intan sangat diyakini mengetahui dan memahami dalam pembuatan 13 dokumen palsu atau dipalsukan,sehingga terdakwa dianggap terbukti melanggar hukum.
Ketua Majelis,Cahyono,meminta sidang skor selama 10 menit untuk rapat sebelum membuat putusan. Yang pada akhirnya mengatakan sidang putusan akan digelar kembali pada tanggal 8 minggu mendatang.
Mengingat masa tahanan terhadap terdakwa telah habis ,maka terdakwa Intan lepas demi hukum.
“pukul 24 WIB malam ini ,klien kami (Intan) akan lepas demi hukum,karena masa penahanan telah habis” ujar PH terdakwa Niko Nikson SH,usai persidangan.
Kendatipun Intan lepas hukum karena masa penahanan telah habis,namun Ketua Majelis meminta agar Intan untuk tetap hadir pada sidang putusan pekan depan.(ran)