Jakarta,potretkepri.com-Dalam momentum peringatan hari HAM sedunia pada 10 Desember, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo menekankan perlunya penguatan program psikososial untuk korban Pelanggaran HAM yang Berat (PHB) masa lalu. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan anggaran LPSK, di tengah harapan pemulihan dari korban dan keluarga korban yang terus meningkat.
LPSK sesuai mandat UU 31 Tahun 2014 telah memberikan perlindungan kepada korban PHB berupa bantuan medis, bantuan rehabilitasi psikososial, dan psikologis.
Bahkan, Antonius mengingatkan, program perlindungan LPSK dalam tindak pidana PHB tidak memerlukan putusan pengadilan terlebih dahulu sebagaimana pemberian kompensasi dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Para korban yang telah mendapatkan Surat Keterangan/Ketetapan sebagai korban PHB dari Komnas HAM, dapat diberikan pemulihan oleh LPSK.
“Bersama organisasi pendamping korban, LPSK membersamai para korban untuk melakukan pemulihan. Mereka membantu mendata, melakukan assesmen, menguatkan para korban PHB hingga menyalurkan bantuan,” tutur Antonius.
Berkat organisasi pendamping seperti
Fopperham, Sekber’65, YAPHI dan lainnya jumlah permohonan yang masuk ke LPSK terus bertambah.
Jumlah permohonan dari korban dan keluarga korban Pelanggaran HAM yang Berat ke LPSK hingga November 2024 berjumlah 835 pemohon. Sedangkan Terlindung LPSK pada 2024 sebanyak 1.238 orang. Mereka terbanyak dari Jawa Tengah (662), DI Yogyakarta 335, Sumatera Barat (100), Jawa Timur (35), DKI Jakarta (32), Jawa Barat (27)
“Mereka rata-rata kondisinya sangat rentan, baik secara fisik maupun ekonomi. Akibat tindak pelanggaran HAM masa lalu yang dialaminya, korban dan keluarga korban perlu diperhatikan. Selama ini banyak korban membutuhkan bantuan medis dan psikososial ke LPSK,” ujar Antonius.
Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup korban, pada 2024 LPSK telah memberikan bantuan Psikososial pada korban dan keluarga korban berupa modal usaha (215), biaya renovasi rumah (38), pelatihan kerja (10 dan bantuan alat kerja (3).
Pada Desember 2024, LPSK akan mengakselerasi penyerahan bantuan Psikososial kepada korban di berbagai daerah, untuk melanjutkan penyerahan psikososial yang telah dimulai bulan November yang lalu.
Para korban berharap kepada Pemerintah agar program pemulihan terhadapnya terus dilanjutkan dan/atau ditingkatkan
Sebelumnya, pada Tim Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat lalu LPSK telah menyampaikan informasi sebanyak 5.146 Terlindung korban pelanggaran HAM yang berat yang tersebar di 18 provinsi perlu mendapatkan pemulihan.
Mereka terdiri dari kasus peristiwa 1965, Talangsari, Peristiwa Mei 98, Trisakti-Semanggi, Penghilangan Paksa 1998, Petrus, Jambo Keupok, Simpang KKA, dan Rumoh Geudong. Namun, hingga kini kebijakan tersebut belum ada kejelasan tindak lanjutnya.
Berdasar jumlah layanan pada terlindung PHB sejak 2012-2023, bantuan paling tinggi diberikan pada bantuan medis (4.398), psikologis (644) dan psikososial 104.
Berdasar tantangan pemulihan LPSK selama ini yang penuh keterbatasan anggaran, Anton menegaskan perlunya komitmen politik yang komprehensif oleh pemerintah sekarang untuk membuat kebijakan khusus untuk korban pelanggaran HAM masa lalu. Karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan pemenuhan pemulihannya.(*)